Kamis, 23 Agustus 2007

Bersahabat Dengan Masalah

Bersahabat Dengan Masalah

"If a problem doesn't kill you, it will make you stronger."

Seorang kawan mengeluh, "Pak, saya kok sering kena masalah ya?
Padahal saya ini sudah rajin berdoa, selalu positive thinking, tidak
pernah bikin susah orang lain, suka menolong orang lain, jujur dalam
bekerja, dan nggak neko-neko. Kenapa ya Pak? Apa masalah saya? Saya
sudah bosan kena masalah terus."

"Wah, selamat ya," balas saya.

"Lho, bagaimana sih Pak Adi ini. Saya punya banyak masalah kok malah
diberi selamat. Senang ya Pak kalau lihat orang susah?" kawan saya
balik bertanya dan agak jengkel.

"Sabar...sabar... bukan begitu maksud saya. Jangan tersinggung
dong," jawab saya cepat sambil berusaha menenangkan kawan saya ini.

Nah, pembaca, apa yang saya tulis di artikel ini merupakan hasil
obrolan saya dan kawan saya.

Masalah. Setiap orang pasti punya masalah. Setiap hari kita pasti
berhadapan dengan masalah. Kita berusan dengan masalah. Kita
mendapat masalah. Kita membuat masalah. Kita bahkan bisa jadi sumber
masalah. Masalah terbesar adalah kalau kita tidak tahu bahwa masalah
kita adalah kita merasa tidak punya masalah.

Pembaca, waktu Anda mengalami masalah, bagaimana reaksi Anda?

Apakah Anda marah? Jengkel? Sakit hati? Frustrasi? Takut?
Menyalahkan diri sendiri? Atau Anda cenderung untuk menyalahkan
orang lain?

Anda mungkin bertanya-tanya mengapa saya menggunakan
judul "Bersahabat Dengan Masalah". Apa nggak salah, nih? Kita kok
diminta bersahabat dengan masalah?

Benar. "Masalah" sebenarnya adalah hal yang sangat positif. Mari
kita bahas terlebih dahulu makna di balik kata "masalah". Masalah,
yang dalam bahasa Inggris adalah "problem", ternyata mempunyai akar
kata yang maknanya sangat berbeda dengan yang kita pahami selama ini.

Akar kata "problem" berasal dari bahasa Yunani, proballein, yang
bila ditelusuri lebih jauh mengandung makna yang sangat positif. Pro
berarti forward atau maju. Sedangkan ballein berarti to drive atau
to throw. Jadi, problem berarti bergerak maju. Problem berarti
kesempatan untuk maju dan berkembang.

Sewaktu pertama kali mengetahui bahwa akar kata problem, proballein,
artinya bergerak maju, saya sempat terhenyak dengan perasaan kaget
dan takjub. Sungguh luar biasa dan sungguh benar. Coba kita
renungkan bersama. Masalah sebenarnya adalah suatu simtom yang
menunjukkan adanya suatu penyebab atau akar masalah. Justru dengan
seringnya seseorang mendapat "masalah", bila orang ini cukup bijak
dan jujur pada dirinya sendiri, ia akan berkembang dan bisa lebih maju.

Lha, kok bisa begini?
Pernahkah Anda, atau mungkin orang yang Anda kenal, mendapat atau
mengalami masalah?
Jawabannya, "Sudah tentu pernah."

Pertanyaan saya selanjutnya, "Apakah masalah yang dialami Anda mirip
dengan masalah sebelumnya?"
Jika kita mau bersikap jujur dan jeli dalam mengamati maka
seringkali masalah yang kita alami sifatnya "mengulang" masalah
sebelumnya. Ada kemiripan atau kesamaan. Bentuk masalahnya bisa
berbeda namun polanya sama. Satu contoh. Ada seorang wanita yang putus

dengan pacarnya. Ia marah, kecewa, sakit hati, dendam, dan bersumpah akan mencari
pasangan yang jauh lebih baik. Namun kenyataannya? Ia mendapatkan
pacar baru yang mempunyai karakter yang serupa dengan mantan pacarnya.

Ada lagi seorang pengusaha besar, kawan saya, berulang kali kena
tipu. Sekali kena tipu jumlahnya nggak main-main. Bukan puluhan juta
tapi ratusan juta. Dan ini terjadi berulang kali.

Seorang kawan yang lain seringkali ribut dengan istrinya hanya
karena hal-hal sepele. Misalnya hanya karena si istri memencet pasta
gigi tidak dari bawah, tetapi dari tengah, ia marah besar.
Sebaliknya si istri walaupun telah diberitahu suaminya tetap
mengulangi pola perilaku yang sama.

Masalah yang kita hadapi sebenarnya menunjukkan "level" kita. Siapa
diri kita sebanding dengan masalah yang kita hadapi. Bukankah ada
tertulis bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui
kekuatan kita untuk mengatasinya? Dan setiap masalah pasti ada jalan
keluarnya?

Masalah atau problem sebenarnya guru sejati yang seringkali kita
abaikan. Kebanyakan orang mengalami masalah yang serupa atau
berulang karena mereka tidak belajar dari masalah yang pernah mereka
alami.

Ibarat anak sekolah bila kita tidak naik kelas, karena nilai ujian
kita jelek, maka kita akan mengulang di level atau kelas yang sama.
Tidak mungkin guru akan menaikkan kita ke kelas berikutnya. Mengapa?
Lha, soal ujian di level ini saja kita nggak lulus apalagi kalau
diberi soal ujian level di atasnya.

Kita harus mengulang, tidak naik kelas, dengan harapan kita akan
belajar, meningkatkan diri, dan akhirnya mampu mengerjakan soal
ujian dengan benar. Dengan demikian kita "lulus" ke kelas berikutnya.

Saat tidak naik kelas, bukannya belajar dari "masalah" ini, banyak
yang malah membuat masalah baru dengan menjadi marah, frustrasi, dan
menyalahkan guru atau sekolah. Anda pernah bertemu dengan orang
seperti ini?

"Ah, itu kan anak sekolah. Memang harusnya begitu," ujar kawan saya.

Lho, kita ini kan juga anak sekolah. Kita sekolah di Sekolah
Kehidupan. Kehidupan adalah tempat kita belajar. Untuk maju kita
harus menjadi pembelajar seumur hidup atau life long learner.

Ada yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik.
Saya kurang setuju dengan pernyataan ini. Menurut saya pengalaman
adalah guru terbaik bila itu pengalaman orang lain. Jadi, kita
belajar dan mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan dengan menelaah
dan mempelajari pengalaman orang lain dan kita terapkan untuk
kemajuan hidup kita. Lha, lebih baik mana, Anda kena tipu Rp 1
miliar atau Anda belajar dari pengalaman orang lain yang tertipu Rp
1 miliar dan Anda gunakan pengetahuan ini untuk melindungi diri Anda
agar tidak mengalami masalah yang sama?

Pengalaman adalah guru yang terbaik bila kita dapat memetik
pelajaran berharga dari apa yang kita alami. Kebanyakan orang
mengalami "pengalaman" hanya sekadar mengalami. Mereka tidak memetik
pelajaran atau manfaat apa pun dari pengalaman (baca: masalah)
mereka.

OK. Sekarang sudah jelas bahwa kita bisa belajar dari masalah. Tapi
bagaimana caranya?
Ada empat langkah mujarab untuk mengatasi setiap masalah dalam hidup:
1. Mengakui adanya masalah
2. Setiap masalah pasti ada sumber atau akar masalahnya
3. Bila akar masalah ditemukan maka masalah dapat dipecahkan
4. Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah

Contoh konkritnya?
Mari kita analisis kasus yang dialami kawan saya. Itu lho, yang
bolak-balik kena tipu ratusan juta rupiah.

Langkah pertama adalah mengakui atau menerima bahwa ia punya
masalah. Ia harus berani mengakui dan memutuskan untuk mengubah hal
ini. Masalahnya adalah ia berkali-kali kena tipu. Banyak orang yang
bila mendapat masalah, hanya bisa berdoa, pasrah, nrimo, dan berkata
bahwa masalah mereka adalah bentuk cobaan dari Tuhan. Mereka
meyakini bahwa masalah yang mereka alami, karena merupakan cobaan
dari Tuhan, maka Tuhan-lah yang harus mengubah keadaan ini. Saya
tidak setuju dengan pandangan ini. Bukankah ada tertulis bahwa Allah
tidak akan membantu mengubah nasib umat-Nya apabila umat-Nya tidak
bersedia mengubah nasib mereka sendiri.

Langkah kedua adalah memahami bahwa masalah (simtom) yang ia alami
pasti ada sumber atau akar masalah. Dan akar masalahnya bukan
terletak di luar dirinya, misalnya ia tertipu karena kelihaian si
penipu dalam meyakinkan dirinya sehingga mau meminjami uang, tapi
akar masalahnya terletak di dalam dirinya.

Langkah ketiga, bila akar masalah yang ada di dalam dirinya berhasil
ditemukan, maka ia dapat mengatasi masalahnya.
Langkah keempat adalah memilih solusi terbaik yang akan digunakan
dalam mengatasi masalah. Setelah sukses melakukan empat langkah di
atas maka ia dapat memetik hikmah dari apa yang ia alami.

Sekarang akan saya uraikan langkah demi langkah yang dilakukan kawan
saya.
Langkah 1. Masalah: Saya tertipu ratusan juta berkali kali.
Langkah 2. Saya menyadari bahwa akar masalah terletak di dalam diri saya.
Langkah 3. Akar masalah saya adalah belief yang menyatakan bahwa
saya adalah kasirnya Tuhan.
Langkah 4. Saya mengubah belief saya, dari kasirnya Tuhan menjadi
Fund Manager uangnya Tuhan. Saya akan mengelola uang yang
dipercayakan kepada saya dengan hati-hati karena saya harus
mempertanggungjawabkan uang ini setiap akhir tahun buku.

Hikmah yang didapat dari masalah ini adalah bahwa apa yang ia alami
dipengaruhi oleh belief-nya. Setiap belief mengakibatkan konsekuensi
tertentu. Cara paling tepat untuk mengevaluasi apakah suatu belief
bermanfaat atau justru merugikan diri kita bisa dilihat dari akibat
yang ditimbulkan oleh belief-belief itu terhadap hidup kita.

Selama seseorang masih tetap memegang belief yang sama maka ia akan
mendapat hasil yang sama. Tidak mungkin terjadi seseorang mendapat
hasil yang berbeda dengan belief yang sama. Einstein menjelaskan
dengan sangat tepat saat ia berkata, "Insanity is doing the same
thing over and over but expecting different result."[awg]

Sumber: Bersahabat Dengan Masalah oleh Adi W. Gunawan. Adi W.
Gunawan lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah
pakar pendidikan dan mind technology, pembicara publik, dan trainer
yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri.

Selasa, 21 Agustus 2007

Belajar dari Kegagalan

Belajar dari Kegagalan

oleh Anthony Dio Martin

"Peristiwanya tidaklah penting. Tapi, respon pada peristiwa itu
adalah segala-galanya" (I Ching).

Kegagalan menjadi teman akrab dalam kehidupan kita. Siapa yang
merasa tidak pernah mengalami kegagalan dalam hidup ini satu kali
pun? Hampir dipastikan tidak ada seorang pun.

Ada beragam sikap menghadapi kegagalan. Sering dalam menghibur kawan
yang gagal, kita melontarkan ucapan umum, seperti "kegagalan adalah
sukses yang tertunda" atau "kegagalan adalah awal kesuksesan" dan
sebagainya. Tentu saja, mantra positif itu diucapkan dengan tulus
dan menambah semangat. Namun, kalimat itu sering kita pakai lantaran
kita tidak tahu apa yang harus kita katakan. Jadi, sekadar
menghibur.

Sebenarnya, memiliki perbendaharaan dan frame positif tentang
kegagalan merupakan salah satu benteng kokoh menghadapi
serangan 'virus kegagalan' dalam hidup kita.

Sejarah mempunyai 1001 bukti. Banyak tokoh dunia sukses bukan karena
mereka tidak pernah gagal. Tetapi, bagaimana mereka merespons,
berpikir, bertindak, dan menyikapi kegagalan itulah yang justru
mengantarkan mereka pada puncak kesuksesan. Jatuh bangun adalah
proses biasa dalam meraih kesuksesan. Seperti puncak gunung tak akan
dicapai tanpa melalui jalan naik-turun nan terjal. Bahkan, belukar
dan kebuntuan jalan.

Setiap dari kita, termasuk Anda, perlu memiliki sebuah
perbendaharaan atau pun referensi yang bisa kita jadikan pegangan
saat mengalami kegagalan. Winston Churchill, misalnya, ia mengaku
doyan membaca biografi tokoh terkenal saat semangatnya sedang turun.
Buku itu membuat semangatnya bangkit. Ia merasa diteguhkan saat
dirinya lemah dan tak berdaya.

Tak heran, salah satu nukilan pidatonya yang populer Never give up
bisa jadi berasal dari penggalian inspirasi buku-buku itu. Memang,
semangat itu menular seperti layaknya kemalasan juga sering menular.
Janganlah jemu menimba energi-energi positif dari banyak hal,
termasuk dari bacaan.

Kali ini, ada referensi menarik dari Joey Green dalam tulisannya
berjudul The road to success is paved with failure. Tulisan Joey
Green ini menjadi inspirasi penting untuk menghadapi kegagalan.
Green berhasil menuliskan berbagai kisah maupun daftar orang yang
sukses secara luar biasa setelah mengalami berbagai kekalahan pahit.

Di bidang bisnis, Joey Green memberi contoh kisah Walt Disney yang
sempat saya singgung pekan lalu. Perusahaan animasi pertama Disney
pernah pailit. Tapi, Disney mampu bangkit dan betapa besar bisnis
hiburan yang ditawarkan dunia Disney sekarang ini.

Ada juga Tom Monaghan. Dalam 20 tahun usahanya, ia bangkrut dua
kali. Ia kehilangan hak kendali atas bisnisnya. Ia juga dituntut
atas pelanggaran hak cipta. Namun, belakangan bisnisnya malah
meroket dengan Domino's Pizza-nya.

Ada lagi Fred Smith, orang yang hanya mendapat C dalam salah satu
proyeknya di Yale saat menuliskan idenya tentang jasa pengiriman
semalam. Tapi, nilai itu tidak sebanding dengan Federal Express,
industri raksasa pengiriman barang yang mendunia. Padahal ide itu
pernah diacuhkan oleh gurunya.

Demikian juga perusahaan minuman Coca-Cola. Pada tahun pertama, Coca-
Cola hanya mampu menjual 400 botol. Tapi, sekarang Coca-Cola ada di
mana-mana. Bahkan, tidak ada satu daerah pun yang tidak pernah
kemasukan penetrasi Coca-Cola. Bahkan, gelombang Coca-Cola menjadi
simbol nyata globalisasi yang sedang berlangsung.

Alami penolakan

Sementara itu, Chester Carlson mencoba temuannya ke sekitar 20
perusahaan pada tahun 1940-an. Setelah bertahun-tahun mengalami
penolakan, ia berhasil meyakinkan Haloid, perusahaan kecil di
Rochester.

Haloid kemudian menjadi salah satu perusahaan raksasa untuk mesin
fotokopi elektrostatik bernama XEROX Corporation. Ada lagi Henry
Ford. Dalam tiga tahun pertama membangun bisnisnya di bidang
otomotif, Ford bangkrut dua kali. Namun, kegigihannya membuatnya
dikenal dengan simbol mobil-mobil mewah bergengsi.

Selain di bidang bisnis, Joey Green memberi contoh di bidang
kesusastraan, perfilman, olah raga, dan nyanyian. Sebut saja Elvis
Presley. Gurunya pernah memberinya nilai C dengan nada menghina saat
ia duduk di L.C. Humes High School di Memphis.

Guru itu mencap dirinya sama sekali tidak bisa bernyanyi. Tapi, kini
Elvis Presley menjadi penyanyi legendaris. Ada Michael Jordan yang
pernah ditolak saat mau bergabung dengan klub basket sekolahnya.
Tapi, Jordan pun jadi ikon bola basket legendaris.

Beatles juga pernah ditolak pada 1962 oleh dapur rekaman Decca, Pey,
Philips, Columbia, dan HMV Labels. Juga Sigmun Freud yang buku
karyanya hanya laku 600 buah dengan hanya mengantongi royalti
US$250. Tapi, Freud dikenang sebagai Bapak Psikologi ternama.

Aktor Sylvester Stallone semasa kecil pernah dikeluarkan dari 13
sekolah dalam rentang 11 tahun. Profesornya di Universitas Miami
mengolok-olok dirinya tidak berbakat akting. Ia juga manjadi bahan
tertawaan saat memainkan peran di film Dog Day Afternoon, Serpico,
dan The GodFather. Naskah filmnya Rocky ditolak oleh nyaris semua
perusahaan. Tapi, sebuah perusahaan menerimanya dengan syarat
Stallone tidak boleh main di dalamnya.

Ada lagi Rudyard Kipling. Ia pernah menulis cerita dan
mengirimkannya ke sebuah surat kabar di California pada 1888. Tapi,
sang editor menolak. "Maaf Mr. Kipling. Anda tampaknya tidak tahu
bagaimana menggunakan bahasa Inggris dengan baik," kata editor itu.
Belakangan, ia merupakan salah satu peraih nobel di bidang sastra
pada 1907.

Nah, masih banyak contoh lainnya. Anda pun bisa melihat sendiri
orang-orang serupa di sekitar Anda. Ada satu benang merah yang
menarik. Saat Anda mengalami kegagalan, jangan kalang kabut. Jangan
biarkan energi Anda habis terkuras hanya karena terbekap kegagalan.

Sungguh sangat arogan jika kita selalu berharap semua berjalan mulus
tanpa kendala. Ambillah medali kemenangan dari setiap kegagalan yang
kita alami. Kita tidak mungkin sukses tanpa memiliki keberanian
untuk gagal.

Lihatlah mereka yang sukses itu. Mereka melewati berbagai tantangan
dan kesulitan dengan jiwa besar. Kegagalan paling buruk adalah
mereka yang mencoba, lalu kalah dan menyerah. Dag Hammarskjold
pernah bilang, jangan pernah mengukur tinggi sebuah gunung sebelum
Anda mencapai puncaknya. Karena, Anda kemudian akan melihat betapa
rendahnya gunung itu. Tak ada kata menyerah!

Sumber: Belajar dari kegagalan oleh Anthony Dio Martin

Membangun Budaya Positif

Membangun Budaya Positif

oleh Andrew Ho. Andrew Ho

"A great civilization is not conquered from without until it has
destroyed itself from within. - Sebuah bangsa yang agung tidak dapat
terkalahkan kecuali diakibatkan budaya-budaya di dalam masyarakat
itu sendiri."
~ Will Durant

Budaya adalah sesuatu yang mempengaruhi pola kehidupan sekaligus
dipengaruhi dinamika masyarakatnya. Sehingga perubahan budaya itu
sendiri bersifat statis atau tak dapat kita elakkan. Salah satu
contohnya adalah budaya Republik Rakyat Tiongkok yang sudah ikut
mewarnai kehidupan dan budaya bangsa Indonesia.

Hal itu dikemukakan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pada
acara Malam Peringatan 50 Tahun Kerjasama Kebudayaan RI dan RRT.
Kebetulan saya menjadi salah seorang tamu undangan pada acara yang
diselenggarakan pada tanggal 28 Februari 2007 lalu. Dalam kesempatan
tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa selama
ini telah terjalin komunikasi lintas etnis antara bangsa Indonesia
dan Tionghoa dan sudah mempengaruhi budaya bangsa Indonesia.

Dalam acara pertunjukan budaya yang dimeriahkan oleh artis-artis RRT
dan Indonesia serta dihadiri sejumlah pejabat negara dan sekitar
5.000 orang itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan tegas
menyatakan bahwa masyarakat Indonesia sudah terbuka dan mampu
menyesuaikan diri lewat komunikasi budaya. Pemerintah RI pun
mendukung perubahan tersebut, salah satunya adalah menetapkan Hari
Raya Imlek sebagai hari libur nasional.

Berbicara tentang ragam budaya yang dinamis dan saling mempengaruhi,
sesungguhnya yang terpenting bagi kita adalah mengambil nilai
positif dari pengaruh budaya yang ada, terutama di tengah gencarnya
pengaruh gaya hidup modern di era globalisasi ini. Sebagaimana
seorang ahli sejarah, yaitu Will Durant, menyebutkan bahwa sebuah
bangsa yang agung sekalipun dapat hancur akibat budaya bangsa itu
sendiri. Sehingga kita harus pandai menyeleksi apakah budaya yang
masuk itu menjadikan kita lebih maju ataukah tidak.

Salah satu faktor yang harus kita perhatikan apakah nilai-nilai
budaya tersebut membuat kita mampu bersikap saling menghargai?
Karena budaya sikap yang membeda-bedakan berdasarkan status,
jabatan, pendidikan dan lain sebagainya menjadikan kita sulit
mencapai kemajuan. "The way you give your name to others is a
measure of how much you like and respect yourself. - Cara Anda
menghargai orang lain merupakan tolok ukur seberapa besar cinta dan
penghargaan Anda terhadap diri sendiri," kata Brian Tracy. Sikap
saling menghargai memungkinkan kita dapat mengesampingkan perbedaan
dan sama-sama aktif mengembangkan diri, berkreasi, berinovasi dan
mencapai kemandirian.

Selain itu kita dapat melihat kemajuan pesat yang dicapai bangsa
Jepang dalam waktu relatif singkat. Salah satu faktor yang
menstimulasi kemajuan tersebut adalah kerja keras bangsa Jepang
sendiri. Sedangkan mekanisme di negara tersebut bersifat mendukung
dan menghargai kerja keras seseorang. Kita pun kemungkinan besar
dapat mencapai kemajuan dalam kurun waktu yang cukup cepat jika kita
berusaha menyerap dan menerapkan budaya sikap aktif dan kerja keras
seperti yang dilakukan oleh bangsa Jepang.

Salah satu budaya positif lain yang mesti kita miliki adalah
kesederhanaan, meskipun mungkin kita dapat hidup serba mewah dan
modern. Hidup sederhana bukan berarti tidak memanfaatkan segala
fasilitas yang memungkinkan kita lebih maju dalam waktu cukup cepat,
melainkan hidup hemat, tidak boros atau berlebih-lebihan. Kata Henry
David Thoreau, "A man is rich in proportion to the things he can
afford to let alone. - Seseorang yang mampu hidup sederhana, maka ia
tidak akan pernah merasa kekurangan."

Selain itu kita juga harus memperhatikan apakah budaya yang akan
kita ikuti bermanfaat bagi kehidupan dan kemanusiaan? Budaya positif
haruslah menumbuhkan empati dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena
dunia ini penuh dengan orang-orang yang malang. Bagi diri kita
sendiri membudayakan sikap yang penuh empati merupakan sumber
semangat untuk terus berupaya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Budaya positif lainnya yang mesti kita serap dan terapkan dalam
kehidupan sehari-hari adalah budaya untuk menjadi subjek bukan
sekedar menjadi objek. Artinya, kita harus terbiasa bersikap aktif
dan kreatif menciptakan karya baru yang bernilai jual tinggi. Budaya
tersebut tentu saja memerlukan kesadaran untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, misalnya; senantiasa meningkatkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan melalui kursus, seminar, belajar dari
buku dan orang-orang yang sudah berpengalaman dan lain sebagainya.

Sebenarnya masih sangat banyak budaya positif yang sangat bermanfaat
untuk membangun kehidupan kita agar menjadi bangsa yang lebih
sukses, kuat dan bermartabat. Terlebih di tengah derasnya
modernisasi informasi dan serba cepat, kita dapat dengan mudah
mengakses budaya-budaya positif dari berbagai macam etnis, suku,
atau bangsa lain di seluruh bagian dunia ini. Meskipun mungkin agak
sulit memulai, tetapi selama ada kemauan dan kita terus mencoba maka
budaya-budaya positif itu lambat laun akan benar-benar menjadi warna
kehidupan kita sehari-hari. Michael Jordan mengatakan, "I can accept
failure. But I can't accept not trying. - Saya dapat menerima
kegagalan. Tetapi saya tidak dapat menerima jika tidak mencobanya."

Sumebr: Membangun Budaya Positif oleh Andrew Ho. Andrew Ho adalah
seorang pengusaha, motivator dan penulis buku-buku bestseller.