Rabu, 18 Maret 2009

Mental Buruk Membanding-bandingkan

Mental Buruk Membanding-bandingkan

Salah satu kebiasaan buruk masyarakat kita adalah penyakit
membanding-bandingkan. Coba perhatikan saat orang sedang bergosip
ria. Anda pasti akan mendengarkan orang yang doyan membangga-
banggakan dan membanding-bandingkan satu sama lain. Selain itu,
beberapa acara di TV juga kentara sekali memamerkan dan membanding-
bandingkan satu selebritas dengan selebritas lainnya.

Memang tidak selamanya buruk. Semangat membandingkan dengan orang
lain, membuat kita sadar bahwa ada orang yang lebih baik dan lebih
berhasil daripada kita. Namun, sikap membanding-bandingkan punya
akibat yang buruk bagi perkembangan mental apabila tidak diimbangi
dengan mentalitas yang konstruktif.

Pertama, sikap membanding-bandingkan membuat kita seperti 'minum
dari air laut'. Jadi tidak pernah ada puas-puasnya, malahan kita
semakin kehausan hingga akhirnya kita kelelahan sendiri.

Saya mengenal seorang pria yang selalu berkompetisi dengan kakak dan
adiknya. Padahal, secara finansial hidupnya sebenarnya pas-pasan.
Namun, demi menjaga gengsi di mata orang tua ataupun adik-adiknya,
dia terus berusaha mengimbangi bahkan melebihi adik dan kakaknya
secara material. Akhirnya, semua itu membawa dirinya menjadi
berutang yang cukup banyak.

Kedua, sikap membanding-bandingkan membuat kita berada dalam sebuah
herarki yang tidak ada putusnya. Saat Anda merasa iri dengan
supervisor Anda, mungkin si supervisor Anda pun merasa iri dengan
manajernya. Lalu si manajer iri dengan direkturnya. Si direktur ini
pun iri dengan direktur yang lain. Demikianlah, semua ini tidak
pernah ada putusnya.

Ketiga, mentalitas membanding-bandingkan membuat energi emosi kita
lebih banyak dihabiskan untuk hal-hal yang justru negatif. Misalkan
saja, melihat rekan ataupun teman Anda yang lebih berhasil, Anda pun
jadi merasa iri, sebel, cemburu, dan marah. Reaksi semacam ini
membuat kebanyakan orang justru terjebak dalam energi yang negatif,
seperti berusaha mencari-cari kekurangan orang tersebut. Bahkan, ada
yang berusaha mengalahkan dengan cara yang tidak pantas.

Bagaimanakah tipsnya agar kita tidak terjebak dalam sikap membanding-
bandingkan yang negatif dan akhirnya justru membenamkan potensi diri
kita sendiri?

Standar sendiri

Pertama, bangunlah standar Anda sendiri. Dalam pelatihan dan
seminar, saya tidak bosan-bosannya mengatakan kalimat yang
terinpsirasi dari kisah hidup banyak orang sukses, "Saya tidak
membandingkan diri saya dengan orang lain. Namun, saya punya standar
kesempurnaan yang saya kejar terus-menerus sepanjang saya masih
punya napas". Itulah semangat yang dikatakan Donald Trump ataupun
Andy Groove, orang yang berjasa sekali membesarkan Intel.

Kedua, sadarilah saat Anda membanding-bandingkan diri dengan mereka,
mereka pun membanding-bandingkan dengan Anda. Saya pernah mengalami
pengalaman menarik tatkala masih pada awal karier saya sebagai
pembicara dan penulis.

Saya sangat mengagumi seorang penulis dan pembicara yang sangat
produktif. Suatu ketika, saat ketemu, dia pun ternyata mengatakan
dia merasa iri dengan beberapa aspek pencapaian dalam kehidupan
saya. Saya pun akhirnya sadar, ini bagian dari permainan kehidupan
yang mesti kita sadari.

Kita akan selalu membanding-bandingkan. Kamu hebat di mana, kamu
punya apa, dan seterusnya membentuk suatu daftar panjang yang tidak
akan berhenti. Karena itulah, satu-satunya cara adalah tidak
membanding-bandingkan dan tidak melihat orang lain dengan perasaan
iri. Ingatlah, belajar dari kisah saya di atas, mungkin dia sendiri
pun sedang melihat Anda saat ini dengan irinya.

Ketiga, setop membanding-bandingkan dan belajar untuk bersyukur
dengan apa yang kita capai saat ini. Selama kita sadar bahwa kita
telah berusaha secara maksimal dan inilah yang mampu kita capai,
belajarlah bersyukur atas apa yang boleh kita nikmati.

Kita tidak perlu khawatir ataupun risau dengan apa yang mereka
miliki. Sejauh kita tetap mengembangkan diri kita, tetap dengan
rajin dan gigih mau berjuang, saya percaya kita akhirnya akan
menikmati seperti yang orang lain nikmati. Namun, kita tidak boleh
merasa iri. Memang, pada akhirnya setiap orang sudah punya path
(jalannya) sendiri-sendiri.

Ada yang jalannya lebih cepat, ada yang lebih perlahan. Namun, kita
tak perlu iri apalagi marah dengan 'rumput tetangga yang tampaknya
lebih hijau'. Belajar terima kondisi 'rumput' kita saat ini tetapi
rajin-rajinlah merawat dan melihat serta mengembangkan kondisi
rumput kita. Mungkin suatu ketika, rumput kita pun akhirnya akan
sehijau rumput tetangga. Bahkan, mungkin lebih bagus.

Keempat, kalaupun ingin membanding-bandingkan, bandingkanlah dengan
dirimu sendiri. Cobalah lihat apakah kehidupan Anda secara umum ada
kemajuan dan perkembangan yang lebih baik? Secara spiritual,
finansial, karier, emosional, mental (pengetahuan) atau hubungan
sosial, bagaimana perkembangannya?

Hal ini akan lebih positif dan lebih baik untuk memotivasi Anda
menjalani grafik yang semakin menanjak dalam kehidupan Anda. Di sisi
lain, energi yang dipakai juga energi positif.

Akhirnya, kalaupun Anda masih terobsesi dengan orang lain, lihatlah
bukan dengan kacamata perasaan iri, marah, ataupun sebel. Namun,
dengan kacamata ingin tahu bagaimana caranya Anda bisa mencontoh apa
yang mereka lakukan sehingga Anda pun bisa sesukses mereka-mereka
ini. Dengan demikian, cara membandingkan Anda disertai dengan sikap
dan emosi yang positif.

Sumber: Mental Buruk Membanding-bandingkan oleh Anthony Dio Martin,
Managing Director HR Excellency

Tidak ada komentar: