Kamis, 09 Agustus 2007

Antara Realitas dan Mimpi

Antara Realitas dan Mimpi

 

Oleh Dr Iken Lubis

 

Ada sepenggal kalimat dari Dale Carnegie yang jika kita telaah, sangat cocok menggambarkan perilaku kita selaku manusia. Beliau berkata : “Salah satu hal tragis yang saya ketahui tentang manusia adalah semua dari kita selalu melupakan kehidupan nyata. Kita lebih memilih untuk tetap bermimpi akan sebuah keajaiban sebuah taman mawar diufuk sana daripada menikmati indahnya bunga mawar yang merekah diluar jendela kita hari ini.”

 

Rekan, bermimpi merupakan hal yang positif namun kita tidak boleh melupakan kenyataan yang ada diseputar kita … realita kehidupan … . Hari-hari belakangan ini mayoritas diantara kita pasti sedang bergembira. THR (tunjangan hari raya) sepertinya sudah didapatkan oleh kita. Tak bosan-bosannya saya mengingatkan kita semua untuk bertindak arif dalam memanfaatkan ”rezeki” mendadak tersebut. Kenapa ??? Bukankah hak kita untuk menggunakan rezeki tersebut sesuka hati kita ? Apakah kita tidak boleh menikmati nya dengan cara-cara yang kita inginkan ??? Tentu boleh ... Rezeki tersebut adalah hak kita. Kita bebas menentukan penggunaannya. Tapi janganlah kita melupakan kenyataan hidup sebagaimana yang digambarkan oleh Dale Carnegie diatas. Manusia cenderung ”gelap mata” jika sedang mendapat rezeki yang diluar kebiasaan. Seakan-akan seluruh isi dunia ingin dibeli. Belum lagi di suasana lebaran seperti sekarang ini, berduyun-duyun orang memaksakan diri untuk pulang ke kampung halaman untuk merayakan hari kemenangan bersama keluarga tercinta. Lalu, berapa banyak uang yang dapat disisihkan untuk menopang kehidupan masa datang ???

 

Pasti sebagian dari kita akan sentak bertanya. Apakah salah kalau kita ingin berkumpul bersama keluarga di hari lebaran ??? Jawabnya sudah pasti tidak ... Adalah hal yang mulia untuk bersujud memohon ampunan kedua orangtua secara langsung. Bukan itu yang salah ... Tapi rekan, manusia selalu ingin dipandang sebagai orang yang ”berhasil”. Entah berapa banyak uang yang akan dihambur-hamburkan hanya agar setiap warga ”mengakui” status nya setelah ”merantau”. Bahkan ada yang dengan sengaja menyewa mobil semi-mewah dengan harga lebih dari ½ juta rupiah perhari hanya agar masyarakan desa ”sungkan” kepada dirinya. Ada pula yang mendadak menjadi ”Toko Emas Berjalan”. Kalung emas (yang terkadang imitasi) seberat 2 kg sengaja dililitkan dilehernya, gelang emas dan cincin (yang juga terkadang imitasi) berbaris menghiasi pergelangan tangan dan jari jemari yang memang terlihat kurang indah. Semua kepura-puraan tersebut hanya sekedar untuk memuaskan hati ... Sungguh kebohongan diri yang tidak lucu ... Inilah yang sebaiknya dihindari.

 

Rekan, ”mudik” bukan berarti harus menghamburkan uang. Kalau jelas-jelas kemampuan kita tahun ini belum memungkinkan untuk kita berkumpul dengan keluarga, apakah kita harus memaksakan diri tetap untuk pulang ? Walaupun hanya akan meninggalkan hutang-piutang yang semakin menggunung ? Apakah kita sudah menganut ”Nyang sekarang aje nyang dipikirin ... Nyang ntar mah gimana nanti aje ...” ?

 

Rekan, kebiasaan ”mudik”, sebagaimana yang telah saya sampaikan diatas, bukanlah sesuatu yang diharamkan. Bahkan untuk menyambung tali persaudaraan, hal tersebut patut dilakukan. Hanya saja, kita harus ingat bahwa esok pun kita masih harus makan ... esok pun kita harus minum ... esok pun anak-anak kita harus membayar uang sekolah .. esok pun tagihan listrik akan tetap naik ... esok pun ... . Kebiasaan ”mudik” sudah menjadi realita kehidupan kita. Suatu situasi yang memang telah tercipta mungkin sejak Nabi Adam dan Hawa memiliki anak. Adalah hal sangat sukar untuk menghilangkannya. Zig Ziglar pernah mengatakan ”Pada kenyataannya, kita memang tidak mungkin mengatur situasi kehidupan kita, namun kita dapat mengatur perilaku kita agar sesuai dengan situasi-situasi kehidupan tersebut sebelum muncul persoalan.” Ya !!! ... bukannya kebiasaan ”mudik” yang harus dihilangkan tapi perilaku kita saat mudik yang harus disesuaikan. Bersedekah adalah hal yang sangat mulia. Namun ingat, kita tetap harus menyisihkan sesuatu untuk hari esok.

Rekan, ada satu hal lagi yang ingin saya utarakan pada kesempatan ini.

 

Setelah saya amati dengan seksama selama beberapa tahun belakangan ini, saya sependapat dengan Jim Rohn. Psikologis dari Amerika itu mengatakan ”Saya sangat kagum dengan cara sebagian besar orang merencanakan liburan mereka. Mereka merencanakannya dengan sangat baik dibanding merencanakan kehidupan mereka.” Terus terang, penggalan kalimat ini memiliki makna yang sangat mendalam. Namun harus kita akui, inilah yang terjadi pada sebagian besar dari kita. Jika harus berkata jujur, pasti banyak diantara kita yang akan mengakui bahwa kita sudah merencanakan liburan kita termasuk ”mudik” sejak berbulan-bulan yang lalu bahkan mungkin sejak pulang dari mudik tahun lalu. Namun sebagaimana yang telah saya katakan diatas, kita lupa untuk merencanakan kehidupan kita selama rentang satu tahun itu. Mudah-mudahan kita tidak termasuk dalam orang-orang yang dicontohkan oleh Jim Rohn diatas. Amin ..

 

Rekan, sebagai penutup forum renungan kali ini perkenankanlah saya atas nama keluarga dan pribadi mengucapkan ”Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Bathin ...” Semoga Lebaran ini semakin mempererat tali persaudaraan antar kita ... antar umat manusia ... Amin ... ( 18.10.06)

 


 

Tidak ada komentar: