Kamis, 09 Agustus 2007

Semangat Berbagi

Semangat Berbagi

Oleh  Dr Iken Lubis

 

Pertama-tama perkenankanlah saya memohon maaf atas tidak terbitnya forum renungan kita minggu lalu dikarenakan adanya musibah banjir yang menimpa saudara-saudara kita. Pada kesempatan ini pula, saya ingin mengucapkan selamat bergabung kepada satu orang rekan kita. Semoga forum renungan ini dapat memberikan nilai lebih bagi kita semua ... Amin ...

 

Rekan, seminggu belakangan ini banyak diantara kita yang bahu-membahu menanggulangi bencana banjir. Terus terang, saya sangat terharu melihat begitu banyak rekan yang secara sukarela dan tanpa pamrih bergumul dengan air dan lumpur demi meringankan beban saudara-saudara kita yang terkena musibah tersebut. Tanpa rasa lelah sedikitpun yang tampak menghiasi wajah mereka walau telah berjam-jam menguras tenaga hingga lewat tengah malam. Sungguh, tiada kata-kata yang dapat melukiskan rasa terimakasih yang selalu terpatri di hati ... Hanya Tuhan Yang Maha Kuasa lah yang dapat memberikan ganjaran bagi amal baik mereka.

 

Rekan, terlepas dari jerih payah dan dedikasi yang tinggi yang telah ditunjukkan oleh mereka, masih ada segores cerita miris yang seakan menyayat hati saat mendengarnya. Seorang Direktur di tempat saya bekerja yang notabene berpendidikan tinggi dan serba berkecukupan dengan tanpa rasa berdosa sedikit pun berkata : ”Buat apa saya ikut Bakti Sosial membersihkan rumah para korban. Toh tidak disediakan sarung tangan, sepatu boot, pelindung kepala dan asuransi bagi saya ...”. Tentunya, jangankan para korban banjir, semua orang yang mengaku masih waras pasti akan tersentak mendengar pernyataan tersebut. Memang adalah hak setiap orang untuk membantu atau pun tidak mau membantu. Tapi apakah pernyataan seperti itu pantas untuk diucapkan ? Apalagi jika kalimat tersebut keluar dari mulut seorang Direktur ... Maaf, sungguh BIADAB. Mungkin dia sudah lupa bahwa jika nanti dia mati, jenazah nya tidak akan bisa berjalan sendiri ke kubur ... masih diperlukan orang lain untuk mengangkatnya. Mungkin dia lupa jika rumahnya tertimpa musibah sejenis, dia tidak dapat keluar dari kepungan air jika tidak ada orang yang mengevakuasinya ...

 

Ingin rasa hati menegur Beliau dan memberikan nasehat sebagaimana yang pernah diutarakan oleh George Horace Lorimer : ”Sungguh baik untuk memiliki uang dan hal-hal yang bisa dibeli dengan uang, tetapi jauh lebih baik untuk sekali-kali memeriksa dan meyakinkan diri kita bahwa kita tidak kehilangan hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang.” Semoga Tuhan dapat membukakan mata dan hatinya ...

 

Rekan, ada sebuah pepatah Jepang yang mengatakan : ”Untuk mempertahankan teman diperlukan tiga hal : Menghormatinya saat hadir, memujinya saat tidak hadir dan menolongnya saat ia memerlukan.” Alangkah indah dan bahagianya jika kita ada disamping seorang sahabat pada saat dia membutuhkan pertolongan kita. Itulah yang saya amati dari rekan-rekan sukarelawan yang terlihat begitu ceria sampai-sampai kelelahan tidak berarti apa-apa. Pakaian yang basah dan dingin yang datang menyelimuti seakan-akan berubah menjadi kehangatan saat melihat senyum kembali merekah dari bibir-bibir para saudara yang tertimpa musibah tatkala berhasil sampai ke lokasi mereka dan memberikan bantuan-bantuan yang dibutuhkan ... Sunguh ... suatu kebahagiaan yang hakiki ... Bukankah ”Kebahagiaan tergantung pada apa yang dapat kita berikan dan bukannya pada apa yang kita peroleh” sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Mohandas K. Gandhi ? Saya yakin kita semua sependapat dengan hal ini.

 

Rekan, musibah banjir memang telah membawa duka bagi para korban. Namun yang mengherankan, ditengah kedukaan yang mendalam, masih banyak kaum oportunis yang mengais kesempatan demi popularitas semu. Beragam komentar seakan tak bosan menghiasi media massa. Dan lucunya, apa yang di lontarkan oleh para oportunis tersebut sangat berbeda dengan kenyataan yang ada. Dimana mereka saat banjir belum melanda ? Apakah mereka sudah memberikan sumbangsih pemikiran, tenaga dan bahkan mungkin dana demi mencegah banjir tiba ? Justru tidak sedikit diantara mereka yang tanpa rasa berdosa menebang pohon-pohon nan rindang dikawasan Puncak untuk dijadikan villa-villa pribadi nan mewah walau sejujurnya belum tentu sebulan sekali dikunjungi. Tidak sedikit dari mereka yang memiliki bangunan-bangunan pencakar langit yang dibangun diatas tanah yang sebenarnya diperuntukkan sebagai daerah resapan air. Tidak sedikit dari mereka yang tanpa rasa bersalah menyelewengkan dana reboisasi demi kesenangan pribadi. Lalu ... apakah pantas mereka berkomentar ??? Apakah pantas mereka dicap pembela korban banjir ??? Apakah mereka pantas dianggap sebagai orang-orang bijak ??? Sangat bertolak belakang dengan apa yang pernah dikatakan oleh Confusius : ”Seorang bijak biasa berbuat sesuatu sebelum bicara dan kemudian baru berbicara sesuai dengan perbuatannya itu.” (16.02.07)

 

Rekan, mengakhiri renungan kali ini ada sepotong bait dari sebuah lagu yang saya rasa perlu kita renungkan :

Lean on me, when you're not strong

And I'll be you friend

I'll help you carry on

For it won't be long, till I'm gonna need

Somebody to lean on

 

Tidak ada komentar: