Kamis, 09 Agustus 2007

Mahalnya Sikap Disiplin

Mahalnya Sikap Disiplin

 

Oleh : Dr Iken Lubis

 

”Perbedaan antara ”Orang Besar” dengan orang kebanyakan adalah ”Orang Besar” menciptakan hidup mereka secara aktif sedangkan orang kebanyakan diciptakan oleh kehidupan mereka dan secara pasif menunggu / membiarkan kehidupan membawa mereka ke titik selanjutnya. Perbedaan mendasar dari keduanya adalah ”Orang Besar” benar-benar hidup sedangkan orang kebanyakan hanya sekedar ada dalam kehidupan ...” – Michael E. Gerber.

 

Rekan, potongan kalimat diatas sengaja saya tuliskan dalam forum kali ini untuk mengingatkan kembali akan pentingnya menjadi ”Orang Besar”. Jika kita tidak mau jalan hidup kita ”diatur/ditentukan” oleh kehidupan kita, kita harus mulai mengambil langkah untuk secara aktif mengatur kehidupan kita. Apakah mudah ? Tentu jawabannya tidak. Sebagaimana yang pernah diutarakan oleh Jenderal Norman Schwarzkopf : ”Kenyataannya adalah kita merasa selalu mengetahui hal yang harus dikerjakan. Apa yang berat adalah bagaimana melakukannya ...”

 

Satu hal yang pasti, kita harus bisa mendisiplinkan diri kita untuk pantang menyerah dengan keadaan. Tentunya hal ini tidak akan berhasil jika dari hal yang kecil kita tidak mau memelihara disiplin. Misalkan saja datang ke tempat kerja. Berapa banyak diantara kita yang menyandang predikat ”Juara Telat” yang terkadang dimasukkan dalam Daftar Juara setiap bulannya ? Dengan tidak bermaksud menyinggung perasaan rekan-rekan yang merasa masuk dalam kelompok tersebut, kebiasaan ini sebenarnya tanpa disadari membuat kita mudah melecehkan ”disiplin”. Jika kita perhatikan sekeliling kita, saat ini terjadi apa yang saya istilahkan dengan ”Dekadensi Disiplin” dalam masyarakat kita. Coba kita perhatikan di jalan raya. Beribu motor seakan tidak perduli dengan rambu-rambu yang ada. Sudah jelas lampu lalulintas masih berwarna merah, eh ... malah lirik kanan kiri lalu menerobos ... Sudah jelas jalanan sedang macet, eh ... malah naik ke trotoar menyingkirkan dan bahkan menyerempet pejalan kaki yang tidak berdosa.

 

Rekan, berapa banyak diantara kita yang punya kebiasaan selalu membuang sampah (sekecil apapun) di tempat sampah ? Saya yakin seyakin – yakinnya pasti hanya sedikit. Saya pun merasa belum mampu berdisiplin dalam hal yang satu ini. Dahulu, pemerintah daerah sudah menyediakan tempat sampah yang jumlahnya cukup banyak. Hampir setiap 200 – 300 meter ada tong sampah. Satu untuk sampah organik dan satu untuk sampah anorganik. Apa yang terjadi ? Sampah tetap banyak dibuang dijalan, trotoar bahkan selokan. Tong sampah pun berusia pendek. Berpindah tangan alias di curi oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Orang-orang seakan sudah tidak perduli dengan aturan. Melanggar peraturan sudah kita rasakan biasa ... ”Ah ... paling hanya ngasih ”ceban” udah lolos.” Apa yang telah terjadi dengan kita, Bangsa Indonesia ?

 

Rekan, disiplin memang sangat berat untuk dipikul. Namun jauh lebih berat rasa penyesalan yang bisa timbul akibat kita tidak mau memelihara sikap disiplin. Sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Jim Rohn : ”Kita semua harus mengalami paling tidak satu dari dua rasa sakit; sakitnya menjalani hidup dengan penuh disiplin atau sakit akibat penyesalan yang mendalam karena melecehkan disiplin. Perbedaannya adalah sakit akibat menjalani hidup dengan penuh disiplin hanya seberat beberapa ons sedangkan akibat penyesalan karena tidak disiplin bisa seberat beberapa ton.” Jika kita diminta untuk memilih, yang manakah yang akan kita pilih ? Rekan, Tom Hopkins pernah mengingatkan kita : ”Jika Anda tidak bersedia memelihara disiplin, Anda tidak akan dapat menyelesaikan 2 % dari apa yang seharusnya Anda dapat selesaikan dan Anda akan kehilangan 98 % dari hal – hal yang baik yang seharusnya Anda peroleh.” Negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia paham betul makna dari nasehat diatas. Dan mereka sudah membuktikan kepada kita, Bangsa Indonesia, apa arti dari nasehat tersebut. Bayangkan saja,

 

Negara kita yang notabene bisa dikategorikan sebagai salah satu negara dengan sumber daya alam terlengkap didunia yang jika seluruhnya bisa dimanfaatkan secara benar akan menjadikan negara kita sebagai salah satu Negara Terkaya di Dunia, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kedua negara yang saya sebutkan tadi. Bukan berarti saya tidak Nasionalis. Saya seorang Nasionalis sejati. Namun jika kita harus jujur, apa yang tidak kita miliki. Minyak ... kita punya. Emas ... kita miliki. Tanah yang subur … tersebar sampai pelosok negeri. Ikan yang berlimpah … tidak ada bandingannya di dunia. Sedangkan mereka ? Jauh dibandingkan kita. Sumber daya alam ke dua Negara tersebut jika digabungkan mungkin tidak sampai 25 % dari Sumber Daya Alam kita. Tapi kenapa perekonomian mereka bisa sangat maju ??? Jawabnya sederhana … DISIPLIN.

 

Sejak usia dini, mereka di biasakan dengan disiplin tinggi. Ibaratkan, tanpa disiplin mungkin kehidupan mereka terasa hambar ... bak malam tak berbintang. Rasa disiplin yang tinggi inilah yang bisa mengikis habis korupsi dan sebagainya. Saya tidak mengatakan disana tidak ada korupsi. Seperti biasa, pasti ada duri dalam daging. Diantara komunitas yang menjunjung tinggi disiplin, tentunya ada saja yang menjadi benalu. Ini sudah hukum alam.

 

Rekan, kembali kepermasalahan semula. Jika kita mau menjadi “Orang Besar”, mulailah dengan memupuk rasa disiplin dalam diri kita. Mudah ? Tentu saja tidak. Diperlukan pengorbanan yang besar. Tentu kita akan merasakan hal-hal yang tidak mengenakkan.

Rekan, “Jika kita menghayal akan hidup tanpa kesusahan, selalu lah mengingatkan diri kita bahwa pohon Oak justru bisa tumbuh besar akibat adanya terjangan angin yang kencang dan berlian bisa terbentuk justru akibat adanya tekanan yang kuat.” – Peter Marshall. (13.04.07)

 

Tidak ada komentar: